Tuesday, June 15, 2010

Siswa SD Pernah Akses Por(n)ografi

Memprihatinkan. Anak yang masih bau kencur sudah "ngeluyur" kemana-mana. Waspada, waspada! Tantangan untuk para developer aplikasi pengaman akses internet. Tantangan pula bagi para orang tua serta masyarakat. Dan tak lupa, tantangan bagi lembaga terkait: sekolah, penyedia media dan pemerintah tentunya. Tantangan ini harus dijawab dengan terpadu.

[ Senin, 14 Juni 2010 ]
Siswa SD Pernah Akses Pornografi
Berita Video Artis Picu Rasa Ingin Tahu

JAKARTA - Para orang tua sepatutnya berhati-hati dan mengawasi anak-anak mereka. Perkembangan teknologi informasi (TI) membawa dampak buruk untuk anak-anak di Indonesia, khususnya para siswa sekolah dasar (SD). Berdasar data Yayasan Kita dan Buah Hati, mayoritas atau 67 persen dari 2.818 siswa SD kelas IV-VI yang menjadi sampel penelitian menyatakan pernah mengakses informasi pornografi.

"Medianya beragam. Tapi, hasilnya sama. Yakni, penurunan moral generasi penerus," ujar Elli Risman, direktur Yayasan Kita dan Buah Hati, ketika memberikan keterangan pers di Kantor Komnas Perlindungan Anak, Jakarta, Sabtu lalu (12/6).

Elli mengatakan, sebagian besar anak di bawah umur mengakses materi berunsur pornografi melalui beragam media. Tetapi, yang paling utama berasal dari komik. Data yang cukup mengejutkan itu terungkap dari survei lembaga swadaya masyarakat (LSM) atas sejumlah SD di Indonesia yang dilakukan sejak Januari 2008 hingga Februari 2010.

"Sekarang pemerintah harus memerangi kejahatan yang merusak anak. Harus ada program terapi nasional yang selama ini belum ada di Indonesia untuk anak-anak," paparnya.

Hasil survei itu menunjukkan, anak-anak di bawah umur yang mengakses pornografi melalui komik mencapai 24 persen, situs internet 22 persen, game 17 persen, film/TV 12 persen, telepon genggam 6 persen, majalah 6 persen, dan koran 5 persen. Para pelajar SD tersebut, umumnya, melihat pornografi karena iseng (21 persen), penasaran (18 persen), ikut teman (9 persen), dan takut dianggap kurang pergaulan (3 persen).

Elli menjelaskan, dalam pemahaman anak-anak berdasar hasil survei, pornografi diterjemahkan sebagai gambar orang telanjang (31 persen), jorok (29 persen), serta menampilkan aurat dan bagian yang tidak boleh dilihat (12 persen). "Jadi, banyak versi dalam benak anak yang harus dipahami orang tua bila ingin mencegah," ungkap dia.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, ada tren jumlah anak pengakses informasi pornografi bertambah. Apalagi, papar dia, sarana untuk akses media yang menyajikan informasi pornografi kian sulit dibendung. Bahkan, tren pemberitaan yang beredar tentang rekaman video porno artis ibu kota baru-baru ini ikut meningkatkan rasa ingin tahu anak.

"Kami memang belum menyelesaikan survei soal itu. Namun, diyakini jumlahnya bertambah. Ketika berita tersebut muncul dan semua anak menjelajahi internet, jumlahnya akan bertambah dan mereka sekarang menganggap itu sebagai hal biasa," ujarnya prihatin. (zul/c11/dwi)

sumber: Jawa Pos

No comments:

Post a Comment