Malam itu terasa spesial. Lain dari malam-malam sebelumnya. Sholat isya berjamaah di masjid kampus yang biasanya saya ikuti memberikan sentuhan nuansa imaniyah yang baru. Bukan karena nyamuknya yang clekat-clekit karena memang lagi musim-musimnya. Bukan pula karena bacaan sang imam yang semakin lama semakin lirih. Dan juga bukan karena bertambah sedikitnya makmum dibandingkan pas Ramadhan kemarin.
Sobat, tahu kenapa? Hmm... sebenarnya sederhana saja. Pandangan saya sudah tercuri sejak selesai azan berkumandang. Tampak di salah satu shof seorang pemuda yang dengan khusyu'nya melaksanakan sholat sunnah. Lengkap dengan peci putih, sarung biru dan baju takwa yang rapi dikenakan. Pandangan tertunduk dengan mulut yang terlihat komat-kamit membaca bacaan sholat.
Beberapa saat saya amati, ternyata ada yang aneh, janggal. Dalam posisi berdiri tegaknya, tergambar kaki kirinya yang sedikit tertekuk dalam balutan kain sarung. Pantas, posturnya menjadi agak lebih pendek dari pemuda seusianya. Selidik lebih lanjut, ternyata tungkai kaki kanannya memang berukuran kecil, mungkin separo dari ukuran kaki normal. Dan semakin jelas, ketika iqomat dikumandangkan. Langkah demi langkah ia jalani dengan sedikit bersusah payah untuk menuju shof terdepan. Subhanallah...
Sobat, saya rasa kita sudah sama-sama paham mengapa saudara kita tersebut jadi luar biasa. Why? Keterbatasan fisiknya tidak menghalanginya untuk beribadah kepada Alloh, padahal sangat mudah mestinya kondisi seperti itu dijadikan alasan untuk menunda bahkan menghindar dari seruan-Nya. Dan fakta yang kontras, bahwa justru lebih banyak sauadara kita yang lain, bahkan kita sendiri, yang kondisi fisiknya jauh lebih baik dan lebih sempurna malah bermalas-malas dalam menyambut panggilan adzan. Naudzubillah.
Telinga mungkin sama-sama dua jumlahnya, masih mampu mendengar dengan baik. Mata mungkin juga masih bisa mengidentifikasi mana masjid mana bukan. Tangan dan kaki mungkin sama-sama masih lengkap dan berfungsi dengan normal. Tapi ternyata kesamaan itu semua tidak memberikan jaminan bahwa reaksinya sama ketika panggilan sholat dikumandangkan. Sobat, menurut hemat saya itulah bedanya iman yang tertanam dalam hati setiap manusia. Kita mestinya bersyukur dengan kesempurnaan fisik kita. Mensyukurinya dengan meningkatkan ibadah dan ketakwaan, bukan malah sebaliknya. Kita berharap, fisik yang baik ini malah menjadi pendukung kita untuk meraih surga-Nya, bukan malah menjadi penghalang disebabkan kemalasan kita untuk taat kepada-Nya.
Semoga kita bisa belajar dari sobat kita yang luar biasa itu. Amin... :)
Maha Suci Alloh atas segala kekuasannya, terkadang pada saat saya solat di Masjid Istiqomah juga kadang melihat beliau itu. Semoga kita semua menjadi orang yang diberi Rahmat yang melimpah, Amin...
ReplyDeletehhiikksss....
ReplyDeleteyg inii jugaah,,
Subhanallah...jdi lebii semangad ngejalanin ibadah....
amiin...