Masa kampanye pemilihan gubernur (Pilgug) Jatim telah dimulai hari ini (Minggu, 6/7/2008). Kampanye itu berlangsung selama 2 minggu. Duet cagub-cawagub makin intensif mendekati dan mempersuasi pemilih agar mencoblosnya pada 23 Juli nanti.
Pilgub Jatim memiliki bobot politik lebih tinggi dibanding pilgub Jateng, misalnya. Dari sisi jumlah pemilih, di pilgub Jatim jumlah pemilihnya lebih banyak yakni 29 juta pemilih lebih. Di pilgub Jateng hanya 25 juta pemilih.
Aspek lainnya adalah warga ideologi politik pemilih Jatim lebih beragam dibanding Jateng yang didominasi kaum merah (nasionalis sekuler PDIP). Jatim memang kantong terkuat NU. Namun, partai yang secara kultural dan historis dekat dengan NU: PKB, sedang dirundung konflik internal mahaberat.
Sehingga dominasi PKB berikut duet cagub-cawagub yang diusungnya, H Achmady-Soehartono, belum tampak mewarnai dibanding 4 duet cagub-cawagub lainnya: Khofifah Indarparawansa-Mudjiono, Soetjipto-Ridwan Hisjam, Soenarjo-Ali Maschan Moesa, dan Soekarwo-Saifullah Yusuf.
Tak hanya jumlah pemilih yang membuat pilgub Jatim memiliki bobot politik tinggi. Aspek lainnya adalah hampir semua duet cagub-cawagub yang tampil merepresentasikan kekuatan politik di tingkat nasional. Maksudnya, masing-masing tokoh politik dengan background partai berbeda berjalan sendiri-sendiri mencalonkan figur berbeda dalam pilgub Jatim.
Duet Khofifah-Mudjiono di-back up PPP dan 8 partai gurem plus “keluarga besar TNI”. Memang, TNI netral secara politik, tapi keluarga besarnya memiliki hak politik mencoblos pada 23 Juli nanti. Duet ini, kabarnya, memperoleh apresiasi bagus dari elite NU dan “keluarga besar TNI”.
Demikian pula duet Soetjipto-Ridwan Hisjam bisa dikatakan merepresentasikan kedekatan personal antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Akbar Tandjung (mantan Ketua Umum Partai Golkar). Mega dan Soetjipto sama-sama mantan aktivis GMNI, sedang Akbar dan Ridwan adalah aktivis HMI yang sama-sama aktif di Partai Golkar.
Bagaimana dengan Soenarjo-Ali Maschan Moesa? Soenarjo boleh dikatakan merepresentasikan kepentingan Ketua Umum Partai Golkar dan Wapres M Jusuf Kalla. Di sisi lain, Ali Maschan Moesa yang mantan Ketua NU Jatim, terlihat akhir-akhir ini lebih independen vis a vis NU, setelah KH Hasyim Muzadi lebih sering mendampingi Khofifah dibanding dia. Selain itu, Ali Maschan Moesa telah diberhentikan dari jabatan ketua NU Jatim secara resmi berduet dengan Soenarjo.
H Achmady-Soehartono yang didukung PKB kurang merepresentasikan warna Nahdliyyin. Maklum, karir Achmady lebih banyak dihabiskan di birokrasi sipil, sedang Soehartono di birokrasi militer. Walaupun demikian, Gus Dur sebagai tokoh paling penting di PKB, berkomitmen akan all out akan memenangkan pasangan ini.
Duet cagub-cawagub nomor 5, Soekarwo-Saifullah Yusuf merupakan klien politik dari patron politik di Jakarta yang terdiri dari 3 kekuatan. Yakni, Susilo Bambang Yudhoyono (Partai Demokrat), Soetrisno Bachir (PAN), dan Tifatul Sembiring (PKS). Selain itu, duet ini mencoba menggiring pemilih NU di Jatim dengan memasang nama Saifullah Yusuf. Secara struktural Gus Ipul duduk di struktur puncak GP Ansor dan pernah menjabat Sekjen DPP PKB. Gus Ipul juga memiliki trah darah biru NU.
Melihat konfigurasi latar belakang dan patron politik masing-masing duet cagub-cawagub di atas, terlihat dengan jelas bahwa koalisi yang dibangun di antara partai pendukung cagub-cawagub tertentu lebih didasarkan pada kepentingan politik praktis dan kedekatan personal, bukan politik ideologis. Misalnya, PKS sebagai partai Islam formalistik lebih suka bekerja sama dengan PD yang nasionalis dibanding PPP yang juga sama-sama sebagai partai berasas Islam.
Fakta lain adalah pilgub Jatim sedikit banyak menggambarkan potret pertarungan antarkekuatan politik di tingkat nasional, terutama antara PDIP dengan Partai Demokrat (PD) yang sulit bekerja sama di banyak pilkada (kecuali pilgub DKI Jakarta). Sama dengan pilgub di Jabar dan Jateng, PKS menjalin sinergi dengan Partai Demokrat (pilgub Jateng) dan PAN (pilgub Jabar). Partai Golkar di pilgub Jatim paralel dengan pilgub Jateng yang lebih memilih NU dibanding partai nasionalis lainnya sebagai partnernya.
Gengsi politik patron politik dari masing-masing duet cagub-cawagub Jatim sedang dipertaruhkan pada 23 Juli nanti. Siapa yang menang di pilgub Jatim akan memperoleh energi luar biasa untuk memenangkan pemilihan umum legislatif (pileg) dan pilpres 2009. Seperti dikatakan Wapres M Jusuf Kalla bahwa pilgub Jatim bakal berlangsung seru. Tapi, apakah akan terjadi kejutan? (bj2)
sumber: PKS Jatim Online
Pilgub Jatim memiliki bobot politik lebih tinggi dibanding pilgub Jateng, misalnya. Dari sisi jumlah pemilih, di pilgub Jatim jumlah pemilihnya lebih banyak yakni 29 juta pemilih lebih. Di pilgub Jateng hanya 25 juta pemilih.
Aspek lainnya adalah warga ideologi politik pemilih Jatim lebih beragam dibanding Jateng yang didominasi kaum merah (nasionalis sekuler PDIP). Jatim memang kantong terkuat NU. Namun, partai yang secara kultural dan historis dekat dengan NU: PKB, sedang dirundung konflik internal mahaberat.
Sehingga dominasi PKB berikut duet cagub-cawagub yang diusungnya, H Achmady-Soehartono, belum tampak mewarnai dibanding 4 duet cagub-cawagub lainnya: Khofifah Indarparawansa-Mudjiono, Soetjipto-Ridwan Hisjam, Soenarjo-Ali Maschan Moesa, dan Soekarwo-Saifullah Yusuf.
Tak hanya jumlah pemilih yang membuat pilgub Jatim memiliki bobot politik tinggi. Aspek lainnya adalah hampir semua duet cagub-cawagub yang tampil merepresentasikan kekuatan politik di tingkat nasional. Maksudnya, masing-masing tokoh politik dengan background partai berbeda berjalan sendiri-sendiri mencalonkan figur berbeda dalam pilgub Jatim.
Duet Khofifah-Mudjiono di-back up PPP dan 8 partai gurem plus “keluarga besar TNI”. Memang, TNI netral secara politik, tapi keluarga besarnya memiliki hak politik mencoblos pada 23 Juli nanti. Duet ini, kabarnya, memperoleh apresiasi bagus dari elite NU dan “keluarga besar TNI”.
Demikian pula duet Soetjipto-Ridwan Hisjam bisa dikatakan merepresentasikan kedekatan personal antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Akbar Tandjung (mantan Ketua Umum Partai Golkar). Mega dan Soetjipto sama-sama mantan aktivis GMNI, sedang Akbar dan Ridwan adalah aktivis HMI yang sama-sama aktif di Partai Golkar.
Bagaimana dengan Soenarjo-Ali Maschan Moesa? Soenarjo boleh dikatakan merepresentasikan kepentingan Ketua Umum Partai Golkar dan Wapres M Jusuf Kalla. Di sisi lain, Ali Maschan Moesa yang mantan Ketua NU Jatim, terlihat akhir-akhir ini lebih independen vis a vis NU, setelah KH Hasyim Muzadi lebih sering mendampingi Khofifah dibanding dia. Selain itu, Ali Maschan Moesa telah diberhentikan dari jabatan ketua NU Jatim secara resmi berduet dengan Soenarjo.
H Achmady-Soehartono yang didukung PKB kurang merepresentasikan warna Nahdliyyin. Maklum, karir Achmady lebih banyak dihabiskan di birokrasi sipil, sedang Soehartono di birokrasi militer. Walaupun demikian, Gus Dur sebagai tokoh paling penting di PKB, berkomitmen akan all out akan memenangkan pasangan ini.
Duet cagub-cawagub nomor 5, Soekarwo-Saifullah Yusuf merupakan klien politik dari patron politik di Jakarta yang terdiri dari 3 kekuatan. Yakni, Susilo Bambang Yudhoyono (Partai Demokrat), Soetrisno Bachir (PAN), dan Tifatul Sembiring (PKS). Selain itu, duet ini mencoba menggiring pemilih NU di Jatim dengan memasang nama Saifullah Yusuf. Secara struktural Gus Ipul duduk di struktur puncak GP Ansor dan pernah menjabat Sekjen DPP PKB. Gus Ipul juga memiliki trah darah biru NU.
Melihat konfigurasi latar belakang dan patron politik masing-masing duet cagub-cawagub di atas, terlihat dengan jelas bahwa koalisi yang dibangun di antara partai pendukung cagub-cawagub tertentu lebih didasarkan pada kepentingan politik praktis dan kedekatan personal, bukan politik ideologis. Misalnya, PKS sebagai partai Islam formalistik lebih suka bekerja sama dengan PD yang nasionalis dibanding PPP yang juga sama-sama sebagai partai berasas Islam.
Fakta lain adalah pilgub Jatim sedikit banyak menggambarkan potret pertarungan antarkekuatan politik di tingkat nasional, terutama antara PDIP dengan Partai Demokrat (PD) yang sulit bekerja sama di banyak pilkada (kecuali pilgub DKI Jakarta). Sama dengan pilgub di Jabar dan Jateng, PKS menjalin sinergi dengan Partai Demokrat (pilgub Jateng) dan PAN (pilgub Jabar). Partai Golkar di pilgub Jatim paralel dengan pilgub Jateng yang lebih memilih NU dibanding partai nasionalis lainnya sebagai partnernya.
Gengsi politik patron politik dari masing-masing duet cagub-cawagub Jatim sedang dipertaruhkan pada 23 Juli nanti. Siapa yang menang di pilgub Jatim akan memperoleh energi luar biasa untuk memenangkan pemilihan umum legislatif (pileg) dan pilpres 2009. Seperti dikatakan Wapres M Jusuf Kalla bahwa pilgub Jatim bakal berlangsung seru. Tapi, apakah akan terjadi kejutan? (bj2)
sumber: PKS Jatim Online
No comments:
Post a Comment